Kendari, SastraNews.id – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Pemerhati Demokrasi (Himarasi) dan Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konawe Utara (Konut) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Rabu (26/2/2025). Unjuk rasa tersebut diwarnai dengan pelepasan tikus oleh mahasiswa didepan pintu gerbang kantor Kejati Sultra. Hal ini sebagai ungkapan kekecewaan para pendemo terhadap Kejati Sultra yang dinilai lemah dalam menangani kasus korupsi pertambangan di Sultra.
Kordinator aksi, Jefri menegaskan bahwa pelepasan tikus-tikus tersebut adalah simbol kritik kepada pihak kejaksaan yang dianggap lemah dalam memangani sejumlah perkara pertambangan. Disisi lain, juga sebagai bentuk dukungan sekaligus tantangan kepada Kepala Kejati (Kajati) Sultra, Hendro Dewanto, untuk menindak para koruptor lebih serius. “Aksi pelepasan tikus-tikus itu untuk mendukung dan menantang Kajati Sultra menindak tegas para tikus-tikus yang merugikan negara, khususnya di sektor pertambangan,” tegasnya.
Jefri juga mempertanyakan kinerja Hendro Dewanto yang telah menjabat selama delapan bulan sejak menggantikan Patris Yusrian Jaya pada 11 Juni 2024 lalu. “Kita tahu bersama bagaimana sepak terjang Kajati sebelumnya. Namun, Kajati yang sekarang patut dipertanyakan kinerjanya. Sudah delapan bulan menjabat, tetapi menurut kami hingga saat ini belum ada gebrakan menangkap tikus-tikus berdasi di Sultra, khususnya di sektor pertambangan,” kritik aktivis pentolan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.
Dikesempatan itu, pihaknya juga mempertanyakan kelanjutan penanganan kasus pertambangan di PT. Antam blok Mandiodo Konut dan Antam Kolaka. Termasuk 50 perusahaan tambang yang diwajibkan membayar denda administratif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) di wilayah Sultra. “Kami datang ke sini juga untuk mempertanyakan kelanjutan kasus Antam Site Mandiodo Jilid II, lelang barang bukti, serta denda administratif 50 perusahaan tambang di Sultra,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sultra, Dody, menjelaskan bahwa terkait kasus pertambangan di PT Antam Blok Mandiodo, itu masih berproses. Kata dia, pihaknya masih fokus pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus Antam Mandiodo tersebut. “Kita masih fokus pada TPPU Antam Mandiodo, lalu kasus Antam Pomalaa, dan perkara lainnya,” ujar Dody.
Adapun terkait denda administratif 50 perusahaan tambang, Kasi V Bidang Intelijen Kejati Sultra Ruslan menegaskan bahwa penagihan telah dikembalikan ke kementerian terkait. “Kemarin memang ada tiga perusahaan yang melakukan pembayaran, itu kita sudah kembalikan ke perusahaan, dan perusahaan membayar langsung ke Kementerian dalam hal ini Kementerian Kehutanan,” terang Ruslan didampingi Kasipenkum Kejati Sultra Dody.
Dalam perkara ini, lanjut Ruslan, pihaknya hanya melakukan pengumpulan bahan data dan keterangan (Pulbaket). “Dan kita temukan ada perusahaan yang mau membayarkan dan ada juga yang enggan, semua kita kembalikan ke kementerian terkait,”cetusnya. Ruslan juga menambahkan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), perusahaan-perusahaan tambang yang ingin tetap beroperasi di kawasan hutan wajib membayar denda administratif PNBP PPKH. “Setelah mereka melunasi denda, barulah diterbitkan PPKH. Perusahaan-perusahaan ini memang sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), tetapi untuk menambang di kawasan hutan, mereka harus memiliki IPPKH,” bebernya.
Kasi Penkum Dody kembali melanjutkan, bahwa penanganan perkara tersebut kini menjadi kewenangan Kementerian Pertahanan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. “Dengan adanya Perpres tersebut, dibentuklah Satgas yang diketuai oleh Menteri Pertahanan, dengan Wakil I Jaksa Agung, Wakil II Panglima TNI, Wakil III Kapolri, serta Jampidsus sebagai pelaksana,” terang Dody.
Terkait lelang barang bukti ore nikel Antam Mandiodo, Dody menyebut bahwa lelang sebelumnya belum berhasil dan akan diajukan kembali. “Barang buktinya masih ada. Kami akan ajukan ulang lelang karena harga masih tinggi menurut pihak yang mengikuti lelang sebelumnya,” ujarnya. Yang pasti tegas Dody, ia memastikan bahwa semua laporan pengaduan yang disampaikan melalui PTSP Kejati Sultra telah diterima. “Kemudian kita telaah dan akan diteruskan ke pimpinan untuk ditindaklanjuti,”pungkasnya. (red)