Bombana, Sastra News.co.id – Seorang warga desa Puununu Pongkalaero Kecamatan Kabaena Selatan Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merasa keberatan atas tindakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang melakukan penerbitan sertifikat di atas lahan miliknya.
Lebih ironisnya lagi, pihak BPN diduga bekerja sama dengan kepala desa Puununu untuk melakukan pengukuran tanah yang saat ini masih bersengketa hukum di pengadilan Negeri Pasar Wajo tersebut.
Yusmin, selaku pemilik lahan mengatakan, Pada bulan Agustus tahun 2022. Terjadi pengukuran sertifikat yang diprakarsai La Ode Samsul Bahri yang saat ini menjabat sebagai kepala Desa Puununu. “Karena kala itu ia belum menjabat sebagai kepala Desa pada 2015 ia membeli rumah dari H. Abidin yang berdiri di atas lahan saya tersebut sekitar 10,30 x 16 meter persegi, ” katanya.
Mendengar ada upaya pengukuran lahan miliknya, ia memperingatkan kepada pihak BPN untuk melakukan pembatalan pengukuran tanah dan tidak memproses persertifikatan tanah seluas 1016 meter persegi tersebut.
“Pada tanggal 8 September 2022, saya mengirimkan surat ke kepala Kantor BPN Kabupaten Bombana untuk melakukan pembatalan penerbitan sertifikat. Awalnya di hari pertama setelah saya komplain atas lahan saya itu, pihak BPN tidak jadi melakukan pengukuran. Anehnya pas esoknya pihak BPN bersama dengan Kepala Desa Puununu kembali ngotot untuk melakukan pengukuran tanah milik saya itu, “protes Yusmin kesal.
Tak terima tindakan sepihak oleh pihak BPN dan oknum Kades itu, Pada Tanggal 9 Juni 2023 ia kembali melayangkan surat keberatan penerbitan sertifikat ke kantor BPN Kabupaten Bombana. Namun tak kunjung ada respon. Sehingga pada tanggal 21 November 2022 pihaknya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pasar Wajo Kabupaten Buton. Dengan nomor register perkara, PDT.28/PDT.G/2022/PN/TSW tanggal 21 November 2022.
“Sejak saat itu sidang terus berjalan sampai saat ini. Namun anehnya saat pemeriksaan saksi di PN Pasar Wajo tanggal 8 Juni 2023 dimunculkan sertifikat atas nama tergugat yang tertanggal 26 Desember 2022,” kesalnya lagi.
Dari fakta persidangan di PN Pasar Wajo yang menunjukkan adanya kerja sama antara BPN Bombana dengan Kades Puununu tersebut, Yusmin akhirnya memutuskan untuk mengadu di BPN Provinsi Sultra.
Untuk diketahui, Yusmin menceritakan riwayat awalnya lahan tersebut pada tahun 1995 di masa pemerintahan kepala desa Haruda Desa Pongkalaero mengikuti lomba kebersihan desa. Nah, untuk menertibkan kampung, maka dilakukanlah penataan jalan dan perumahan penduduk waktu itu. Lokasi lahan kebun saya terkena dampak penataan desa kala itu. Nah demi tertatanya desa, atas inisiatif Babinsa desa Pongkalaero saat itu atas nama Amir, maka mereka melakukan penebangan pohon kelapa di lokasi tersebut. Dengan tujuan, menempatkan rumah-rumah penduduk yang awalnya berada di atas permukaan Laut ke lahan kebun saya. Dengan catatan hanya untuk pinjam pakai, bukan untuk dimiliki.
Selain Kades Puununu, Yusmin juga mengajukan gugatan terhadap sembilan pengajuan sertifikat rumah warga lainnya yang berdiri di atas lahan miliknya. “Dari 10 yang ia gugat, dua diantaranya sudah mundur, karena sudah mengakui bahwa lahan yang mereka hendak sertifikat kan itu masih status pinjam pakai, bukan untuk dimiliki, ” tandasnya.
Sementara itu, Bidang pengaduan sengketa lahan BPN Provinsi Sultra, Muh. Ilham Yamin membenarkan adanya aduan pemilik lahan tersebut. Ia berjanji akan segera menindaklanjuti aduan persoalan persertifikatan lahan yang masih bersengketa hukum itu.
“Benar, surat aduan pak Yusmin sudah kami terima. Selanjutnya kita akan menunggu persetujuan pimpinan, dan segera mengonfirmasi ke BPN Bombana atas aduan ini, “janjinya.
Ketika ditanya apakah sertifikat yang sudah terlanjur terbit itu bisa direvisi ulang, Ilham mengakuinya. ” Bisa saja dibatalkan, tentunya dengan dasar dan pertimbangan keabsahan kepemilikan lahan itu, dan bisa ada rekomendasi dari pimpinan. Intinya kita harus kroscek dulu dan konfirmasi ke pihak BPN Kabupaten Bombana,”tambahnya. (red)