Kendari, SastraNews.id – Kuasa hukum La Ndoada, Darpin SH mengajukan pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Kendari atas kasus hukum tudingan penyerobotan lahan yang menimpa kliennya La Ndoada, seorang warga Kelurahan Wundumbatu kelurahan Poasia Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Darpin SH didampingi rekannya Muh. Amsar S.Sos.I, S.H. menjelaskan kasus yang dialami kliennya itu berawal dari laporan kuasa hukum Bambang Sutrisno Cs di Polres Kendari pada tanggal 27 Oktober 2022 silam. Dimana pihaknya mengaku telah membeli lahan tersebut dari PT. Intisixta selaku pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas lahan 3,4 hektar yang sedang dikuasai oleh kliennya. Bahkan, kasus ini berbuntut pada penetapan tersangka terhadap La Ndoada, seorang petani yang kesehariannya bercocok tanam tanaman jangka pendek untuk menyambung hidup keluarganya itu. “Yang kemudian ini berimbas ke klien kami, bahkan ditetapkan sebagai tersangka. Atas laporan dengan dalih dugaan penyerobotan lahan,”jelas Darpin kepada awak media, Selasa (12/11/2024).
Menurut mantan aktivis pentolan HMI itu, dirinya menilai proses hukum yang mendera kliennya itu tidak sesuai prosedur dan itu salah alamat. Mengapa demikian, lanjut Darpin bahwa pertama yang melaporkan ini bukan pemilik HGB yang dimaksud. Lebih ironis, pihak kepolisian melakukan penyelidikan tidak pernah memberikan yang namanya Surat Pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP). “Hingga sampai tahap penyidikan bahkan sampai penetapan tersangka. Kemudian tidak pernah juga diberikan informasi maupun konfirmasi tentang hasil gelar perkara yang melibatkan nama klien kami. Salah satunya alat bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan tersangka. Tetapi ini kok tiba-tiba langsung jadi tersangka, Saya kira ini keliru, Itu jelas sesuai aturan undang-undang dan Per Kapolri,”terangnya.

Atas dasar itulah kata Darpin melakukan pra peradilan di pengadilan Negeri Kendari karena kliennya merasa diintimidasi dimana dipaksakan untuk mengakui kesalahan di atas haknya yang kemudian itu tidak mempunyai legalitas dari orang yang mengklaim lahan yang dimaksud.
Darpin menjelaskan, tanah La Ndoada dengan ukuran luas 3,4 hektar tersebut yang berada di Lorong Singa, Kelurahan Wundubatu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara dibuktikan dengan kepemilikan Surat Keterangan Tanah (SKT) pada tahun 1977 yang diterbitkan oleh pemerintah kala itu.
Namun, kata Darpin dalam perjalanan waktu tanah milik kliennya diserobot atau diklaim oleh pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT Intisixta yang diterbitkan oleh Pertanahan Kota Kendari pada tahun 1999. Dan Kemudian tanah kliennya diperjualbelikan beralih ke oknum Bambang Sutrisno dan Liem Sian Tjie dalam bentuk jual beli pada tahun 2018.
“La Ndoada memiliki SKT sejak 1977 dan pada saat itu tidak ada masalah apapun. Namun dalam perjalanannya, pada tahun 2021 La Ndoada mau mengurus sertifikat di Pertanahan tiba-tiba diinfokan tanah tersebut telah memiliki sertifikat HGB atas nama PT Intisixta bahkan sudah beralih ke oknum atas nama Bambang termasuk orang Cina itu. Yang anehnya lagi pemerintah kelurahan dan kecamatan tidak tahu menahu adanya HGB itu,” katanya.
Lanjut Darpin, setelah mendapatkan informasi dokumen tersebut PT Intisixta atas nama direktur Tedi Kuswendi yang kemudian beralih tanpa persyaratan prosedur yang jelas ke seorang oknum dengan nomor sertifikat yang sama. “Jadi proses jual beli terjadi di Jakarta dan objeknya di Kota Kendari. Ini yang dikatakan dugaan mafia tanah dan kemudian berimbas kepada klien kami La Ndoada salah satu masyarakat kecil yang mendapatkan proses hukum dalam hal ini ditetapkan sebagai tersangka dengan dasar laporan pemilik sertifikat hak guna bangunan,” ujarnya.
Padahal, kata dia, persyaratan HGB atau HGU itu harus ada legalitas fisik apakah itu pamflet, papan nama kepemilikan ataukah fisik bangunan sebagai objek itu tidak ada sama sekali. “Sehingga terkait persoalan ini harusnya ranahnya perdata dan itu harus dilakukan oleh pihak yang mengaku Pemilik HGB untuk melakukan gugatan di pengadilan negeri Kendari. Nanti setelah terbukti atauh incraht putusannya hingga di mahkamah Agung dan ditetapkan bahwa HGB ini adalah pemilik sah, barulah proses pidana itu bisa berjalan,”cetusnya.
Olehnya itu, dirinya sebagai pendamping hukum Landoada berharap kepada pihak Pengadilan Negeri Kendari untuk mengabulkan permohonan pra peradilan atas gugatan kliennya. “Dimana kami ingin membuktikan bahwa proses ketersangkaan klien kami sama sekali tidak sesuai prosedur. Sesuai undang-undang yang berlaku termasuk Perkapolri ataupun aturan-aturan yang ada di kepolisian republik Indonesia.
Ia menambahkan, sebenarnya perkara tersebut sudah pernah diajukan gugatan pembatalan sertifikat hak guna bangunan di PTUN Kendari melalui kuasa hukum Darpin Cs dan yang tergugat dalam perkara ini BPN Kota Kendari. Lanjutnya, dalam gugatan tersebut PTUN mengeluarkan keputusan tidak ada pemenangan atau NO, karena data kependudukan yang diajukan kuasa hukum terjadi kesalahan atau tidak sesuai dengan data kependudukan di SKT dan data pada saat mengajukan gugatan. “Tapi setelah dicek kembali di Dinas Catatan Sipil Kota Kendari, ternyata data La Ndoada ini benar adanya kelahiran 1955 dan singkron dengan data SKT yang dimiliki La Ndoada. Dan pada saat itu dia (La Ndoada) sudah berumur 25 tahun,” tandasnya.
Ditempat yang sama, La Ndoada menyampaikan, bahwa dirinya ditetapkan sebagai tersangka soal penggelapan tanah. Selain itu ia dipaksa mengakui perbuatannya. Itu dibuktikan dengan pemanggilannya dan langsung dijadikan tersangka penggelapan tanah. “Itu sangat salah prosedur. Saya dilaporkan karena penyerobotan lahan. Berarti kalau saya melakukan penyerobotan lahan bangunan disini hilang. Nanti pada tahun 2021 muncul seorang bernama Bambang itu dan mengklaim bahwa tanah ini sudah dibeli dari PT Intisixta,” ucap La Ndoada.
Ia menambahkan, sebelumnya pihak yang mengklaim tanah ini melakukan penggusuran dan melaporkan dirinya ke kantor kepolisian. “Anehnya mereka yang melakukan penggusuran lalu saya dilaporkan. Sementara saya yang menjadi korbannya, karena tanamannya yang digusur habis, mulai dari tanaman pisang, ubi kayu, bahkan ada tanaman jangka panjang saya seperti jambu mete itu habis dihancurkan. Ini berbicara soal kehidupan saya,” tutupnya.
Laporan : Gusti Kahar