Kendari, SastraNews.id – Siang 17 Agustus 2024 tadi tak lupa menonton beberapa film komedi pendek yang terbit di kanal YouTube Deni Creator yang bertema ‘Cinta Tanah dan Bangsa Jangan Salah Kaprah’. Berdasarkan hemat penulis, film komedi tersebut sebagai bentuk cerminan salah menafsirkan tentang upacara bendera yang notabenenya dianggap sebagai bentuk penghargaan kepada para pahlawan yang telah berdarah-darah memperjuangkan kemerdekaan, sehingga dinikmati kita semua sampai masa ini. Dalam film tersebut, adegan tentang salah kaprah memaknai penghormatan bendera merah putih pun juga gambaran alasan sebahagian masyarakat yang anti terhadap upacara bendera.
Seperti diketahui bersama bahwa dalam upacara bendera 17 Agustus terdapat satu momen penghormatan kepada bendera pusaka yang dimaknai sebagai penghormatan kepada para pahlawan. Namun, sebahagian masyarakat menganggap bentuk penghormatan tersebut sebagai kesyirikan yang sama halnya menyebah berhala pada masa jahiliyah. Dengan anggapan syirik tersebut sehingga sebahagian bangsa ini memilih untuk mengikuti upacara bendera. Meski begitu, tak juga pula menganggap mereka yang tak mengikuti upacara bendera.
17 Agustus 2024 kali ini harus dimaknai pula sebagai momentum kemerdekaan. Sebab, seyogyanya perayaannya memang untuk memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke 79 tahun. Kita semua juga sekaligus menghormati dan menghargai pahlawan kita dahulu yang mengorbankan tenaga hingga nyawa demi masa depan bangsa ini. Meski notabenenya wajib berhak hidup bebas, tetapi tidak melepas rasa terimakasih kita kepada para pahlawan kita terdahulu. Sehingga, meski film pendek, film yang disadurkan akun Deni Creator tersebut sangat memberikan pelajaran penting.
Hubbul Wathon Minal Iman, bahwa cinta terhadap tanah air adalah bagian dari Iman. Mencintai tanah air berarti berjiwa nasionalisme dan memahami diri sebagai pelanjut cita-cita kemerdekaan yang dititipkan para pahlawan. Belum lagi, kita semua kerap kali mendengar bahkan melafadzkan ‘NKRI harga mati’. Kalimat tersebut merupakan gambaran bahwa sebagai bangsa yang membenci penjajah akan mempertahankan keutuhan bangsa agar tak mudah disusupi penjajah. Sebab, sebagai mahluk merdeka, kita semua berkeinginan bebas beribadah dan berekspresi. Walupun juga, kadang kala kebebasan di Indonesia kini mulai dibatasi.
Menyoal Larangan Berhijab untuk Paskibraka Wanita
Belum lama ini, bangsa ini kembali dikagetkan dengan kabar pelarangan Paskibaraka Wanita menggunakan hijab ketika sedang bertugas. Pelarangan tersebut ditandai sebagai bentuk nasionalisme bangsa kepada Indonesia dan mencintai pancasila. Namun satu sisi, perangan tersebut juga menuai banyak kritik termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebab, jelasnya juga bahwa dengan adanya bentuk larangan tersebut menandai pula tidak adanya kebebasan berekspresi bagi warga negara khususnya kalangan wanita.
Sebenarnya, kabar seperti ini tidak saja juga terjadi bagi pasukan pengibar bendera wanita. Kita juga kerap kali ditontonkan dengan adanya beberapa perusahaan yang mewajibkan karyawannya untuk tidak menggunakan Hijab dengan alasan sebagai teknik market. Kecantikan dan paras wanita seolah menjadi tontonan paling menarik bagi bangsa ini. Tak peduli bahwa peraturan seperti itu justru sebagai bentuk lupa atas makna kemerdekaan yang sejauh ini sering diperingati setiap tanggal 17 Agustus.
Entah memahami makna kemerdekaan ataupun tidak? Tetapi hemat penulis bahwa momentum 17 Agustus 2024 ini menjadi hari dimana kita semua menyadari kebebasan berekspresi termasuk salah satu perihal para pahlawan berdarah-darah berjuang untuk kemerdekaan. Sehingga, kedepan tidak lagi terjadi pelarangan-pelarangan wanita berhijab karena nasionalisme ataupun martketing. Negara ini mesti melindungi para perempuan yang kebebasanya mulai dibatasi termasuk di perusahaan-perusahaan penerima lowongan kerja.(***)